RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Pengamat politik dari UIN Alauddin Makassar, Ibnu Hadjar Yusuf, menjelaskan bahwa aksi mengayuh becak oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sulsel, Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto-Azhar Arsyad, saat mendaftar memiliki makna yang dalam. Danny-Azhar ingin menunjukkan bahwa mereka berada jauh dari praktik politik yang tidak jujur.

Danny dan Azhar memilih untuk mengayuh becak dengan istri masing-masing, yaitu Indira Jusuf Ismail dan Andi Eni Rahmi. Keduanya berangkat dari depan Masjid HM Asyik menuju kantor KPU Sulsel, Jalan AP Pettarani, pada hari Kamis (29/8/2024).

Saat itu, Wali Kota Makassar, Danny Pomanto, dan Wakil Ketua DPW PKB Sulsel, Azhar Arsyad, tampil dalam keseragaman kemeja putih dengan jaket oranye. Mereka disambut oleh pihak KPU Sulsel dengan bunga sebelum masuk ke Aula KPU untuk menyerahkan dokumen pendaftaran.

Merespons kejadian tersebut, Ibnu Hadjar menyoroti usaha Danny-Azhar dalam menunjukkan bahwa koalisi mereka adalah bagian dari rakyat. Dia juga menegaskan bahwa Danny-Azhar berusaha menunjukkan bahwa koalisi mereka tidak terlibat dalam praktik politik yang korup.

“Dengan menciptakan identitas bersama dan menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari rakyat, Danny dan Azhar berupaya membangun dukungan yang berbasis pada kepercayaan dan kebersamaan, bukan hanya transaksi politik,” tuturnya, mengutip detikSulsel, Minggu (1/9/2024).

Ibnu menjelaskan bahwa strategi politik yang diambil oleh Danny Pomanto mencerminkan prinsip konflik kelas dari Karl Marx, di mana terdapat pertarungan antara kelas yang berbeda dalam masyarakat. Danny Pomanto diposisikan sebagai representasi dari ‘kelas rakyat’ yang berhadapan dengan ‘kelas elit’ yang didukung kekuatan modal yang besar.

“Ini adalah gambaran dari perjuangan untuk memperoleh legitimasi dan dukungan dari rakyat melalui upaya menunjukkan bahwa ia adalah bagian dari mereka dan siap berjuang untuk kepentingan bersama,” jelasnya.