Makassar, Rakyat News – Mantan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, Nasrullah, menilai upaya sidang sengketa yang digelar Panwaslu Makassar adalah langkah yang keliru.

Menurutnya upaya Panwas Makassar menyidangkan gugatan yang dimasukan tim Mochammad Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) sebetulnya tak perlu dilakukan.

Alasannya sebab gugatan tersebut merupakan obyek sengketa yang sama dan telah diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA).

Panwaslu Makassar menyidangkan kembali terkait putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang dikuatkan melalui putusan Kasasi di Mahkamah Agung yang mendiskualifikasi DIAmi sebagai pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar.

“Pemilu itu tak lepas dari proses tahapan, dan dalam tahapan baik KPU maupun pengawas pemilu menjalankan begitu cepatnya tahapan sebab berkejaran dengan waktu, maka di dalam proses hukum pemilu juga mengalami perubahan, dia berbeda dengan konteks pendekatan hukum-hukum yang lain contohnya interval waktu sempit dibuat juga prosesnya secepat mungkin. Misalnya panwas hanya butuh 12 hari dalam proses administrasi, PT TUN misalnya hanya 15 hari, MA 21 hari jadi benar-benar diluar proses ketentuan yang ada,” terangnya.

Kondisi ini juga pada akhirnya menimbulkan putusan cepat pula dan segera diputuskan sebagai bentuk kepastian hukum.

“Karena prosesnya cepat dan dibatasi range waktunya pejabat institusi yang juga dibatasi sampai di institusi mana mereka bermain mulai proses ajudikasi di pengawas pemilu kemudian masuk di proses yudisialnya di PT TUN dan MA maka kunci akhirnya kalau melihat proses di Makassar ini itu ada di MA karena Undang-Undang sendiri mengatakan bahwa putusan MA itu final dan mengikat tidak ada lagi upaya hukum lainnya termasuk PK yang di dalam ranahnya Institusi MA. Coba bayangkan, bahwa proses-proses Yudisial itu di Cut sendiri oleh Undang-Undang,” lanjutnya.

Sehingga menurut Komisioner Bawaslu RI periode 2012-2017 ini, Panwaslu Makassar seharusnya menjalankan tugas saja, bukannya mencari pekerjaan tambahan.

“Artinya wahai penyelenggara pemilu baik KPU maupun pengawas pemilu jalankanlah tugas anda yang lain. Apa tugas lain itu, yakni awasi setiap ada putusan peradilan itu mandat UU No 1 Tahun 2015 bahkan perubahan No 10 tahun 2016. Awasi itu perubahan dari putusan peradilan yang harus dijalankan. Jangan mencari pekerjaan lain yang bukan wewenangnya,” terangnya.

Lebih lanjut ia menambahkan bahwa dalam penyelesaian sengketa proses Pilkada awalnya pernah dirumuskan akan dibuat peradilan khusus.

Namun pada akhirnya diberikan kembali wewenang tertingginya di Mahkamah Agung sebagai pengambil keputusan tertinggi.

“Tetapi dalam prosesnya, disepakati bahwa Panwaslu atau Bawaslu diberikan juga ruang sebagai lembaga peradilan yang juga dilibatkan terkait persoalan urusan Tata Usaha Negara. Tetapi ingat jika terjadi kesalahan bisa dikoreksi oleh PT TUN dan MA bagi pihak yang merasa dirugikan,” katanya.

“Yang jadi persoalan bahwa Pengawas Pemilu yang berposisi sebagai pengganti peran lembaga peradilan ini ingin mengoreksi keputusan lembaga peradilan tertinggi yakni MA. Lho, inikan lucu kalian ini siapa ingin mengoreksi putusan final MA, pangkatmu Apa dan harus ditegaskan ini ibarat prajurit yang lawan perintah komandan,” tutupnya. (*)

YouTube player