“Ya masalahnya di situ, yang satu belum menyelesaikan kewajiban ke pekerja dan subkontraktor sebesar Rp4,9 miliar, makanya dipasangi batu (disegel). Yang satunya tidak ada batu baranya, tidak mungkin produksi,” ujar Sunu.

Lebih jauh, Sunu mengungkapkan problematika pembayaran hak pekerja dan subkontraktor pun tidak menemui titik terang. Pemerintah Kabupaten di bawah kepemimpinan NA terkesan lepas tangan, bahkan bersekongkol dengan perusahaan. Ia sangat menyayangkan hal itu, mengingat pemerintah daerah melalui NA yang memfasilitasi hadirnya investor.

“Ini sudah mau lima tahun belum dibayarkan, ada seratusan pekerja dan subkontraktor yang nasibnya bergantung di situ. Ya sudah enam kali dijanji mau diselesaikan tapi tidak selesai, kesannya ada kongkalikong jadinya,” pungkas Sunu. (*)