Hal ini dilakukan untuk meminimalisir masalah-masalah yang akan muncul karena tidak adanya kepastian hukum yang melegitimasi status kepala daerah dan bisa jadi membuat birokrasi mengalami kebingungan.

Tidak hanya itu, partai politik pasti akan bergerak untuk menuntut kepala daerah dan pemerintah pusat untuk menindak SK Kepala Daerah karena dianggap bermasalah secara administrasi.
DPR RI dan Mendagri juga perlu memerhatikan kekosongan kepemimpinan kepala daerah yang akan muncul jika memang tidak opsi perpanjangan SK.

Karena ketika tidak ada perpanjangan SK maka akan ada kekosongan kepemimpinan dan akan menghambat kinerja birokrasi. Oleh karena itu dalam tiga bulan ini harus ada kepastian hukum agar kinerja yang bersinggungan langsung dengan pelayanan masyarakat.

Jangan sampai pelayanan masyarakat berhenti karena kepastian hukum yang belum ada soal opsi pergantian kepala daerah atau perpanjangan SK, apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19 yang merongrong banyak lini kehidupan masyarakat.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) punya tiga pilihan tanggal yang bisa digunakan sebagai hari pemungutan suara. Hal ini disampaikan oleh Arief Budinman setelah berkordinasi dengan Komisi II DPR dan Mendagri.

Opsi pertama pada 9 Desember 2020 dengan masa penundaan selama 3 bulan. Opsi kedua 17 Maret 2021 dengan penundaan 6 bulan. Opsi ketiga 29 September 2021 dengan penundaan 1 tahun lamanya. Namun opsi pertama yang dipilih dan bisa saja menjadi opsi yang diprioritaskan apabila kondisi pandemi Covid-19 berangsur pulih.

Selain itu, penundaan Pilkada 2020 ini juga akan berdampak pada rekrutmen petugas ad hoc pemilihan kepala daerah. Dampaknya bisa saja dengan perekrutan yang akan ditunda dan pemberhentian sementara kinerja petugas ad hoc serta tidak adanya honor yang akan diberikan karena tugas yang belum dijalankan.