Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, Ichsan adalah tipikal pemimpin zaman now. Punya kematangan berpolitik. Terukur menjanlankan kebijakan. Pikiran dan ide-idenya selalu jauh kedepan. Bukan asal-asalan, atau sekadar mencari sensasi sesaat untuk pencitraan.

Jangan pernah beranggapan jika Ichsan adalah tipikal pemimpin yang piawai berjanji, tapi gampang melupakan. Sebab jika itu ada di pikiran, maka percaya saja Anda akan ‘tersipu malu’ dan “kacele” dengan sendirinya.

Siapapun yang pernah dan lama berinteraksi dengan Ichsan, pasti sangat tahu bagaimana dia memegang sebuah komitmen. Pantang baginya menarik ucapan, atau mengkhianati janji yang keluar dari mulutnya. Sekalipun itu dalam posisi sulit atau tersudut.

Bukan Ichsan Yasin Limpo namanya kalau lari dari komitmen. Bukan Ichsan Yasin Limpo panggilannya kalau plin-plan bersikap. Bukan Punggawa julukannya, kalau menjauh dari tanggung jawab. Bukan juga “Mister Komitmen” kalau menjadi “boneka” dari pihak tertentu.

Setidaknya ini yang penulis ikut rasakan selama menjadi “paggene-genne” dibarisan pemenangannya selama kurang lebih satu tahun terakhir. Arti sebuah komitmen, konsistensi, ketegasan, serta kemampuan begitu sangat dipegang erat-erat.

Kebanggaan tersendiri bisa mengenalnya, karena terobosan-terobosannya kadang di luar nalar dan prediksi kita. Di saat kita berpikiran jangka pendek, Ichsan justru jauh berpikiran jangka panjang. Dan itu penuh perhitungan, kematangan, serta sangat terukur.

Jangan pernah menilai setiap gagasan dan idenya yang dikeluarkan hanya sekadar untuk menarik simpati belaka. Sebab, di benaknya tak ada istilah main-main untuk kepentingan rakyat banyak. Ia tak alergi dicibir di awal. Ia tak takut terus menjadi “bulan-bulanan” kritikan. Asalkan di akhir, rakyat bisa menikmati sesungguhnya makna dari ide dan gagasannya itu.

Bercermin dari kepemimpinannya di Gowa selama 10 tahun, Ichsan memang tak sehebat beberapa kepala daerah yang piawai mengumbar pencitraan di media, tapi didalamnya sangat keropos. Ichsan jauh tertinggal untuk urusan meletakkan batu pertama, namun tak ada realisasi. Karena sekali lagi, doktor bidang hukum pendidikan ini, memang lebih mengutamakan fakta ketimbang janji atau pencitraan.