RAKYAT NEWS, JAKARTA – Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga memberi kritikan sekaligus masukan terkait Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Dia menilai RUU tersebut tidak disahkan secepatnya, karena urgensinya belum jelas.

Dia memberi empat alasan terkait RUU DKJ, terkhusus pada dewan aglomerasi yang saat ini dibahas di parlemen.

Pertama, ia menyebut kawasan aglomerasi lebih tepatnya pada kawasan metropolitan. Bukan dalam konteks perkotaan saja. Ia menyebut Bappenas dalam Visi Indonesia Perkotaan 2045 telah menetapkan 10 KM, yakni Jakarta dan sekitarnya, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar, dan Manado.

“Khusus Jakarta/ Jabodetabekjur yang melibatkan tiga provinsi dan sembilan kota/kabupaten sehingga lebih tepat masuk kategori Kawasan Metropolitan. Hal ini harusnya dijelaskan dalam draf RUU DKJ,” katanya, dikutip Republika.co.id.

Kedua, sebelumnya sudah dibuat badan yang mengelola kawasan Jabodetabekjur, yaitu Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur. Badan tersebut dinilai tidak bekerja secara maksimal.

“Dewan aglomerasi sebenarnya tidak diperlukan sekali, kita akan mengulangi ketidakefektifan, kalau tidak mau disebut kegagalan, BKSP Jabodetabekjur. Seharusnya pemerintah mengevaluasi mengapa BKSP gagal dan apa yang menjamin Dewan Aglomerasi bisa lebih baik dan pasti berhasil mengatasi persoalan Jakarta dan sekitarnya seperti banjir, kemacetan, polusi udara, transportasi massal, hunian terjangkau dan tata ruang,” jelasnya.

Ketiga, Nirwono memprediksi Dewan Aglomerasi kurang lebih akan sama dengan BKSP Jabodetabek yang tidak bisa menjalankan program-programnya. Menurutnya perlu pihak yang berkompeten mengurus perkotaan sekaligus dibutuhkan mediasi-mediasi politik yang mumpuni.

Ketiga, ia menilai perlu pihak yang berkompeten untuk mengurus perkotaan sekaligus dibutuhkan dukungan politik otonomi daerah.

“Dewan Aglomerasi tidak akan lebih baik dari BKSP, perlu ada evaluasi mendalam lagi, seperti siapa yang bisa mengakomodinir dan berintegritas memahami benar persoalan mendasar Jakarta dan sekitarnya, serta dukungan politik atau otonomi daerah atau kepentingan kepala daerah yang berbeda-beda parpol, manfaat dan keuntungan bersama seluruh warga Jabodetabekjur yang tidak terkotak-kotak berdasarkan KTP,” paparnya.